Senin, 24 September 2007

Pendidikan Indonesia Dalam Cengkraman Kapitalisme Global

Oleh : Moh Fauzi Ibrahim

Pendidikan Indonesia sampai saat ini masih belum menemukan format yang terbaik untuk meningkatkan kualitas sumber daya Manusia (SDM) di negeri ini. Selama 50 tahun lebih bangsa Indonesia merdeka dari tekanan kolonialisme negera asing, namun bangsa ini masih berkutat dalam lingkaran ketergantungan yang tinggi kepada Negara lain. Entahlah apa yang salah dengan bangsa ini.
Pendidikan, dalam hal ini, sebenarnya banyak mengambil peran penting dalam meningkatkan kualitas bangsa. Namun entah kenapa sampai saat ini pendidikan di Indonesia belum mampu mewujudkan hal tersebut. Padahal dalam pembukaan Undang-Undang 1945 telah di jelaskan, bahwa tugas utama Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal yang harus dilakukan sebenarnya adalah dengan mengelola pendidikan dengan baik. Karena pendidikan yang baik akan melahirkan manusia yang cerdas dan bermoral.
Kalau kita lihat dari fenomena tersebut, intervensi negera lain sangat berpengaruh dan menentukan arah perkembangan dan kebijakan pendidikan yang ada di negeri ini. Dalam hal ini Negara kapitalis global, yang mempunyai visi hegemoni semua sector kehidupan bangsa, tentunya dengan menancapkan kekuatan modal ekonomi mereka. Dengan demikian kekuatan itu mampu mengendalaikan semua kehidupan, termasuk pendidikan. Hal ini dapat kita lihat dari komersialisasi dan komodifikasi pendidikan yang dilakukan oleh pihak pemodal (kapitalis). Sehingga misi social dan moral yang seharusnya senantiasa menjadi misi utama telah hilang dari dunia pendidikan.
Cengkraman kapitalisme global, telah memberikan efek besar terhadap prilaku manusia di negeri ini. Sifat individualistik yang tinggi, egoisme yang berlebihan, dan Dekadensi moral yang semakin menyedihkan. Semua itu adalah cita-cita yang memang menjadi orientasi utama para kapitalis global. Sehingga pendidikan yang semestinya mampu diakses oleh semua lapisan masyarakat, sekarang hanya bisa di nikmati oleh masyarakat yang berekonomi menengah keatas. Kemudian dimana nasib kaum pinggiran (Baca :Proletar).
Pemerintah, yang seharusnya menjadi penanggung jawab terlaksananya pendidikan untuk semua, tidak mampu berbuat apa-apa karena pemerintah masih ada ketergantungan terhadap negara donor (pemberi Hutang). Begitu juga pemerintah telah memberikan ruang yang luas bagi kaum kapitalis untuk melakukan investasi di sektor pendidikan.akhirnya pendidikan dijadikan sebagai lahan komoditi untuk meraih keuntungan yang besar. Seperti yang diungkapkan oleh Francis Wahono dalam bukunya “Kapitalisme Pendidikan; Antara Kompetisi dan Keadilan sosial” bahwa Paradigma pendidikan di negeri ini sudah menggunakan paradigma “Kapitalisme”, tidak lagi paradigma “Keadilan Sosial”.
Ketika Pendidikan sudah berada dibahah cengkraman kaum kapitalis, maka yang terjadi adalah pembodohan kolektif yang tersistimatis. Pemerintah akhirnya juga akan dituntut untuk menaikkan biaya sekolah. Karena konstruksi globalisasi yang di bungkus liberalisasi pendidikan menuntut biaya mahal untuk kualitas pendidikan yang bermutu. Kemudian bagaimana dengan nasib kaum miskin pinggiran, yang tidak mampu membayar biaya sekolah pada akhirnya seperti ungkapan Eko Prasetyo dalam judul bukunya “Orang Miskin Dilarang Sekolah”.
Bagi kita, hanya satu kata, “Lawan Kapitalisme Global dalam dunia Pendidikan”. Kalau tidak, sampai kapanpun negeri ini tidak akan pernah mampu bangkit dari kungkungan dan imperialisme negera kapitalis. Walaupun itu dibungkus dengan bentuk apapun, termasuk Liberalisasi pendidikan yang sekarang bernama Prifatisasi pendidikan.

Tidak ada komentar: